DARI KULIT DAN KACA: JEJAK DEWA PUTU ARIAWAN LESTARIKAN SENI WAYANG BULELENG DI DESA PEMARON
NI NENGAH WILASTRI 20 Oktober 2025 15:17:18 WITA
Pemaron – Di tengah pesatnya perkembangan zaman, Desa Pemaron, Kecamatan Buleleng, masih menyimpan jejak budaya yang memikat: seni lukisan wayang kaca. Karya ini menjadi bukti keuletan tangan-tangan terampil yang mampu menggabungkan nilai estetika, spiritualitas, dan kearifan lokal. Salah satu sosok yang masih setia menekuni kerajinan ini adalah Dewa Putu Ariawan (48 tahun), satu-satunya pengerajin wayang kaca di desanya.
“Dari kecil saya sudah suka dengan wayang, mungkin karena darah seni itu sudah turun dari kakek yang seorang dalang,” ujarnya sambil menatap deretan karya wayang kaca di rumahnya yang sederhana.
Kecintaannya terhadap wayang berawal pada tahun 1990-an. Saat itu, Ariawan belajar secara otodidak dengan berkunjung ke Desa Nagasepaha, yang dikenal sebagai sentra seni wayang kaca di Buleleng. “Saya belajar diam-diam, memperhatikan teknik pembuatannya, lalu mempraktikkannya di rumah,” kenangnya. Awalnya, ia hanya menggunakan karton sebagai bahan utama. Baru pada tahun 1994, ia mulai menggunakan kulit dan mengenal teknik melukis di atas kaca.
Kini, setiap karyanya menampilkan ciri khas wayang Buleleng dengan sentuhan klasik yang kuat. Motif yang sering ia buat adalah tokoh-tokoh dewa seperti Dewi Saraswati atau Tri Murti yang biasa digunakan untuk hiasan di pura. Proses pembuatannya membutuhkan ketelitian tinggi. Ia memulai dengan menggambar desain di atas plastik bening, kemudian menyalinnya ke media kaca menggunakan pewarna khusus. Setiap goresan dibuat dengan sabar, menghasilkan kilauan yang hidup ketika terkena cahaya.
Meskipun telah bertahun-tahun berkarya, Ariawan mengaku menghadapi banyak tantangan, terutama dalam hal permodalan. Biaya bahan baku seperti kaca, kulit, dan cat khusus sering kali tidak sebanding dengan harga jual karya yang berkisar antara Rp. 300.000,00 hingga Rp. 500.000,00 tergantung ukuran dan tingkat kerumitannya. Namun, kecintaannya terhadap seni membuatnya tetap bertahan. “Awalnya karena hobi, sekarang sudah menjadi bagian dari hidup,” katanya sambil tersenyum.
Sayangnya, hingga kini belum ada generasi muda di Pemaron yang melanjutkan jejaknya. “Saya sebenarnya ingin sekali ada yang mau belajar. Kalau ada yang tertarik, saya akan ajarkan tanpa biaya apa pun,” ujarnya penuh harap. Ia bermimpi agar seni lukisan wayang kaca tidak hanya dikenal sebagai warisan masa lalu, tetapi juga menjadi identitas dan kebanggaan desa.
Karya Dewa Putu Ariawan bukan sekadar benda hias. Setiap lukisan adalah kisah budaya yang dihidupkan kembali melalui tangan seorang seniman desa. Dari kaca bening, ia memantulkan pesan bahwa warisan leluhur bisa terus bersinar di tengah perubahan zaman.
Seni wayang kulit dan lukisan kaca dari Desa Pemaron menunjukkan bahwa kekayaan budaya tidak hanya milik masa lalu, tetapi juga bagian dari masa depan. Selama masih ada seniman seperti Dewa Putu Ariawan, cahaya itu tak akan padam dimana ia akan terus berkilau, seterang pantulan kaca yang menjadi saksi perjalanan budaya Buleleng.
Formulir Penulisan Komentar
Layanan Mandiri
Silakan datang / hubungi perangkat Desa untuk mendapatkan kode PIN Anda.
Masukkan NIK dan PIN!
Komentar Terkini
Statistik Kunjungan
Hari ini | ![]() ![]() ![]() ![]() ![]() ![]() ![]() |
Kemarin | ![]() ![]() ![]() ![]() ![]() ![]() |
Jumlah Pengunjung | ![]() ![]() ![]() ![]() ![]() ![]() |
- DARI KULIT DAN KACA: JEJAK DEWA PUTU ARIAWAN LESTARIKAN SENI WAYANG BULELENG DI DESA PEMARON
- PELANTIKAN PAW ANGGOTA BPD DAN KELIAN DUSUN DAUH MARGI, DESA PEMARON
- MUSYAWARAH/DISKUSI PERIHAL GETARAN & KEBISINGAN PLTGU DAN PLTD Unit Pemaron
- POSYANDU TRIPLE-E
- PEMBINAAN KAMPUNG KELUARGA BERKUALITAS
- SWEEPING KESEHATAN
- POSYANDU BALITA DAUH MARGI